Pembatal Keislaman (Bag. 2) – Pembagian-Pembagian Kekafiran

Pembagian-pembagian Kekafiran

Kekafiran itu ada beberapa bagian atau beberapa jenis:

Yang pertama:Kufruttakdzib (Kekafiran Karena Mendustakan); yaitu ia meyakini bahwa para rasuul itu dusta. Ini seperti kafirnya Fir’auun yang mendustakan Nabii Muusaa ‘alaihissalaam. Dia dihukumi kaafir karenanya. Dalam Al Qur`an dikatakan,

“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongannya, padahal diri-diri mereka meyakini (kebenaran)nya…” (Annaml: 14).

 Ada hukum syari’ah, dia dustakan, dia katakan, “Ini tidak benar.” Masuk juga dalam kategori pendustaan ini apa yang disebut dengan nama Al Istihlaal; menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allaah سبحانهوتعالى. Misalnya: Allaah Ta’aalaa mengharamkan zina, namun ada seseorang yang mengatakan zina itu halaal. Maka ini kaafir hukumnya. Allaah –سبحانه و تعالى- mengharamkan mencuri, namun ada seseorang yang mengatakan itu halaal, maka ini juga dikafirkan karenanya.

Tapi ingat, penghalalannya ini dilihat BUKAN karena perbuatannya, tapi HARUS kalau dia meyakini halalnya apa yang diharamkan oleh Allaah –سبحانه و تعالى-. Misal: ada orang yang minum minuman keras. Maka jangan ada yang berkata, “Itu kaafir, sebab dia minum minuman keras. Minumnya  menunjukan dia menghalalkannya.” Tidak boleh dikatakan seperti itu. Sebab penghalalan tidak dilihat dari perbuatannya, tapi dilihat dari keyakinannya. Kalau dia berkata, “Saya meyakini perbuatan ini halaal”, maka ini dikatakan hukumnya adalah kaafir, keluar dari Islaam, dan ini masuk ke dalam kufruttakdzib, sebab dia mendustakan nash dalam Al Qur`an yang menjelaskan tentang haramnya zina, namun dia malah mengatakan halaal. Itu berarti dia mendustakan, dan ini adalah kufru attakdzib.

 

Yang kedua: Kufrul ‘Iba wal Istikbar (Kekafiran Karena Sombong dan Congkak). Ini seperti kafirnya Iblis yang tidaklah mengingkari perintah Allaah –سبحانه و تعالى-, namun Iblis congkak. Disuruh sujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalaam, dia tidak mau sujud. Maka ini kufur. Jadi, siapa yang tahu kebenaran syari’at, tahu kebenaran Rasuulullaah –صلّى الله عليه و سلّم- yang dia tahu bahwa kebenaran itu datangnya dari sisi Allaah –سبحانه و تعالى-, namun dia tidak mengikuti ajaran Rasuulullaah صلّىاللهعليهوسلّم karena sombong dan congkak, maka ini dianggap kekufuran.

 

Yang ketiga: Kufrul I’rab (Kekafiran Karena Berpaling). Dia kaafir karena berpaling, meninggalkan agama. Dia tidak mau dengar, tidak mau menerimanya, berpaling. Tidak membenarkan, tidak pula mendustakannya, dia berpaling meninggalkannya. Ini namanya kufrul i’rab (ini akan lebih diuraikan nanti di akhir pembahasan, di Pembatal Keislaman yang Kesepuluh).

 

Yang keempat: Kufrusysyak (Kekafiran Karena Keraguan). Dia tidak menetapkan benarnya apa yang dibawa oleh Rasuul, namun tidak pula dia dustakan. Maka orang yang seperti ini apabila dia melihat ayat-ayat Allaah –سبحانه و تعالى- dan hadiits-hadiits Rasuulullaah –صلّى الله عليه و سلّم-, dia tetap dalam jalannya yang seperti itu, maka dikatakan bahwa dia kaafir kufrusysyak.

 

Yang kelima: Kemunafikan. Nifaaq artinya menampakan zhahirnya berbeda dengan batinnya. Zhahirnya menampakan keislaman, menerima Islaam, tapi batinnya menyembunyikan kekufuran, kebencian kepada Islaam. Ini namanya nifaaq, dan disebut dengan nama nifaaqul akbar (kemunafikan yang besar) atau nifaaqul i’tiqaadiyy (kemunafikan keyakinan).

 

Yang keenam: Kufrul Jahl (Kekaafiran Karena Kejahilan); yaitu orang yang bermasa bodoh saja. Datang keuntungan syari’at, dia bermasa bodoh. Tidak mau tahu apa itu Islaam, tidak mau tahu membenarkannya atau tidak. Maka yang seperti ini tetap dihukumi kaafir kalau memang datang kepadanya Islaam, tetapi dia tetap di atas kekufurannya, dan tidak mau tahu. Ini dikatakan di dalam Al Qur`an,

 

“Dan jika di antara kaum musyrikiin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allaah…” (Attaubah:6).

Di antara hukum yang berlaku pada negara Islaam adalah kalau ada orang musyrik mau masuk untuk mendengar firman Allaah –سبحانه و تعالى-, maka diizinkan untuk mendengarkannya (firman Allaah). Sisi pendalilan kita dari ayat musyrik ini adalah tetap dinamakan musyrik, padahal dia belum mendengar firman Allaah سبحانهوتعالى. Dia bodoh tentang firman Allaah –سبحانه و تعالى-, tapi tetap dinamakan musyrik.

[Bersambung]

Leave a comment